Sejarah Berdirinya AIPDiKI dan AIPViKI

 
Kebutuhan pasar kerja akan lulusan DIII Keperawatan semakin menuntut kualitas lulusan yang dapat bersaing di pasar kerja global, sementara secara kuantitas lulusan DIII Keperawatan dari Institusi Pendidikan DIII keperawatan setiap tahunnya cukup banyak. Dari meeting MRA (Mutual Recoqnition Arrangement) Pusrengun BPPSDM Bandung (2011), disampaikan bahwa kebutuhan Perawat 9.280 orang pada tahun 2014, 13.100 orang pada tahun 2019, dan 16.920 pada tahun 2025.
 
Berdasarkan data dari Dirjen Pendidikan Tinggi dan Badan PPSDM Kesehatan RI jumlah institusi penyelenggara pendidikan DIII Keperawatan yang telah menjadi anggota AIPDiKI sampai dengan April tahun 2015 berjumlah 416 institusi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak pemerintah, swasta ataupun pihak institusi penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan kualitas lulusan, namun demikian masih menghadapi berbagai kendala.
 
Kurikulum terintegrasi yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan program pembelajaran, masih perlu dilakukan pengawalan dan pengembangan, hal ini terkait dengan keterbatasan SDM serta dukungan sarana prasarana. Sehubungan dengan kondisi tersebut organisasi profesi keperawatan menata kompetensi lulusan pendidikan perawat pada semua jenjang baik Diploma, Sarjana Strata 1 (S1/Ners), Strata 2 (S2), Spesialis (Sp) dan Doktoral (S3). Sehingga perlu dilakukan penataan ulang terhadap kompetensi lulusan dari setiap jenjang pendidikan Keperawatan.
 
Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) melalui kegiatan Health Professional Education Quality (HPEQ) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi keperawatan mengembangkan Kerangka Kualifikasi Nasional (KKNI) tahun 2012 termasuk perawat, yang mengatur dan menempatkan berbagai kategori perawat tersebut pada level yang sesuai dengan kualifikasinya.
 
Berbagai upaya penataaan Institusi pendidikan Keperawatan melalui Project HPEQ telah dilakukan sejak tahun 2009 dan telah diawali dengan pendidikan Ners, namun dirasakan permasalahan yang terbanyak adalah pada pendidikan level DIII Keperawatan. Dimana 489 institusi pendidikan dinilai masih beragam dalam implementasi kurikulum dan kualitas lulusan yang masih dipertanyakan. Selain dari pada itu Institusi Pendidikan DIII Keperawatan saat itu belum mempunyai asosiasi institusi pada tingkat nasional, sehingga ketika pemerintah dan Organisasi Profesi mempunyai kepentingan untuk melaksanakan berbagai upaya peningakan kualitas program dan mutu lulusan dirasakan sulit berkomunikasi dan berkordinasi.
 
Atas dasar pemikiran diatas, pada 27-29 April 2011 bertempat di Jakarta telah diselenggarakan lokakarya Nasional untuk membahas berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan penataan Pendidikan DIII Keperawatan, penyamaan persepsi dan pemahaman tentang kompetensi Perawat Indonesia dalam KKNI, Penyelenggaraan Uji Kompetensi lulusan perawat, dan komitmen pembentukan Asosiasi Pendidikan Institusi DIII Keperawatan. Kegiatan diikuti perwakilan Institusi Pendidikan DIII Keperawatan sebanyak 215 orang, melalui musyawarah mufakat pada 28 April 2011 secara resmi terbentuk Asosiasi Institusi Pendidikan DIII Keperawatan (AIPDiKI) dan selanjutnya berkembang menjadi Asosiasi Institusi Pendidikan Vokasi Keperawatan Indonesia (AIPViKI) berdasarkan hasil KONAS II di Makasar pada bulan Mei 2015, dengan pertimbangan menyelaraskan dengan UU NO 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, bahwa salah satu jenis pendidikan keperawatan adalah vokasi keperawatan dengan kategori minimal pendidikan diploma tiga (D III) keperawatan, serta menyesuaikan dengan perkembangan yang ada tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia khususnya deskriptor Keperawatan. Selanjutnya disepakati dan diputuskan dalam rapat pengurus pusat pada tanggal 5 juli 2015.
 
Give us your opinion